Apakah anda pernah melihat berita di televisi tentang proses pengadilan kasus pembunuhan?. Ketika hakim memutuskan si pelaku dihukum penjara 15 atau 20 tahun, lalu pihak keluarga korban melakukan protes sampai menjerit-jerit dan berguling-guling menangis di lantai pengadilan, tidak rela si pelaku hanya dipenjara karena mereka ingin pembunuh keluarga mereka tersebut dihukum mati, setimpal dengan nyawa keluarga mereka yang telah dilenyapkan dengan dzalim. Apalagi mereka tahu kalau setiap hari kemerdekaan dan Idul Fitri, si pelaku masih punya peluang untuk mendapatkan remisi karena berkelakuan baik selama di penjara, totalnya dia hanya menjalani masa tahanan tidak lebih dari 10 tahun. Begitu terbebas, sudah bisa wara-wiri kembali di pasar, tinggallah keluarga korban terbengong-bengong menyaksikan, tanpa bisa berbuat apa-apa. Mungkin rasa ketidakadilan ini akan mereka bawa mati, lalu di akhirat kelak mereka menuntut kepada Allah agar si pembunuh berikut dengan pak hakimnya dimasukkan kedalam neraka Jahannam. Kalau tuntutan mereka tersebut dikabulkan Allah, alangkah malangnya nasib si pelaku, di dunia sudah masuk penjara, di akhirat masih masuk neraka juga.
Atau katakanlah anda mengalami nasib sial, bersengketa dengan seseorang yang memiliki kekuatan seperti Mike Tyson, anda lalu dihajar sampai bonyok padahal bukan sebagai pihak yang bersalah. Anda mau lapor ke polisi? Si pelaku paling dihukum beberapa bulan. Anda mau membalas memukul? Mike Tyson koq ditantang berkelahi?
Semua orang pasti sependapat bahwa dalam sistem hukum manapun, keputusan hakim haruslah bisa memenuhi rasa keadilan semua pihak. Dan yang 'paling sensitif' dalam merasakan keadilan ini adalah pihak korban. Sudah puluhan tahun Indonesia merdeka dan telah mempraktekkan aturan hukum produk bangsa, namun keadilan yang bisa dirasakan oleh masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Sampai-sampai rakyat sudah 'imun/kebal' dengan keputusan-keputusan pengadilan dan bersikap masa bodoh, lalu membatin : "Biar nanti saja di akhirat dapat hukuman setimpal."
Tulisan ini tidak akan menyinggung soal aturan hukum Islam secara detail, karena kasus-kasus hukum banyak corak dan karakternya. Kita semua bisa mempelajarinya pada sumber-sumber yang melimpah di internet ataupun buku-buku terkait. Dengan membatasi materi tulisan hanya menyinggung soal hukum Islam terhadap kasus-kasus yang menyebabkan kematian atau luka kepada orang lain, kita akan bisa menilai bagaimana aturan hukum Islam ditetapkan Allah tersebut tidak hanya terfokus kepada pemberian hukuman kepada pelaku perbuatan, namun juga sangat mempertimbangkan rasa keadilan dari pihak korban.
Satu hal pokok yang membedakan hukum Islam soal pembunuhan, baik yang disengaja ataupun tidak, adalah faktor pemaafan dari keluarga korban. Umumnya dalam hukum non-Islam, sekalipun pihak si korban sudah memberikan maaf dan mengampuni kesalahan pelaku, namun hukum tetap berjalan. Si pelaku tetap harus menjalani proses pengadilan, lalu hakim memutuskan hukuman yang setimpal sesuai bunyi pasal-pasal pada undang-undang hukum pidananya, ada batas maksimum dan minimum masa hukuman.
Pengampunan dari pihak keluarga korban mungkin hanya dijadikan faktor yang meringankan keputusan hakim. Ini mungkin karena adanya perbedaan cara pandang terhadap peristiwa pidana pembunuhan, dalam aturan non-Islam, pembunuhan dilihat sebagai suatu perbuatan yang melawan keadilan masyarakat, sekalipun yang terbunuh adalah individu, sehingga sekalipun pihak keluarga memaafkan, aparat negara tetap melanjutkan proses hukumnya.
Sebaliknya dalam aturan hukum Islam, pengampunan keluarga korban terhadap pelaku sangat menentukan hukuman apa yang akan dijatuhkan, bahkan pelaku bisa saja dibebaskan karena adanya hal ini. Pengampunan dari keluarga korban dianggap penting karena disitulah letaknya rasa keadilan yang sifatnya sangat subjektif dan berbeda pada setiap orang. Kita bisa melihat bahwa aturan yang ditetapkan Allah tersebut memang difokuskan untuk memenuhi rasa keadilan, bukan hanya terkait soal memberikan sanksi saja. Al-Qur'an secara jelas menginformasikan :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Al-Baqarah 178).
Dalam menghukum pelaku pembunuhan dengan sengaja, Islam tidak akan membuka peluang untuk bermain-main dalam tingkat penafsirannya, pembunuh harus dibunuh, itu adalah bahasa yang sangat sederhana. Tidak peduli siapapun pelakunya dan tidak peduli siapapun korbannya. Bahkan dalam aturan fiqih, ketentuan ini berlaku dalam kasus membunuh orang kafir dzimmy (non-Muslim yang mengikatkan diri dalam perjanjian damai dan berada dalam lindungan kekuasaan Islam) sekalipun. Kesempatan untuk selamat dari hukuman mati hanya apabila pihak keluarga memaafkan perbuatan tersebut, maka hukuman mati akan berubah menjadi hukuman diyat dengan jumlah yang tidak sedikit yaitu 100 ekor unta (dengan ukuran harga unta 3000 s/d 4000 riyal, maka ini setara dengan Rp. 900 juta s/d Rp. 1,2 milyar).
Terlepas dari berapapun jumlah diyat yang harus dibayar, konsep ini menunjukkan bahwa pihak si korban memiliki peran penting dalam mengubah keputusan dari hukuman mati, maka kalaupun dijatuhkan hukuman mati, itu sudah memenuhi rasa keadilan keluarga korban. Dilain pihak, kalaupun keputusannya diubah menjadi membayar diyat, itupun akan memenuhi rasa keadilan karena diputuskan sendiri oleh pihak keluarga. Bisa dipastikan tidak akan ada lagi kejadian keluarga korban akan berguling-guling dan menjerit-jerit di ruang pengadilan karena merasakan tidak adilnya keputusan pak hakim.
Terkait dengan perbuatan kekerasan yang tidak menimbulkan kematian, misalnya kuping anda digigit Mike Tyson sampai putus, atau mengakibatkan hidung anda 'nyungsep' ke dalam. Hukum Islam menjamin keadilan bagi anda. Sekalipun dalam kondisi biasa, anda tidak akan berani melakukan pembalasan karena 'kalah sangar' dari si pelakunya, namun hukum Islam menjamin anda untuk melakukan hal yang sama, kuping anda putus? Maka anda diberikan kesempatan untuk memutuskan kuping Mike Tyson, hidung anda 'lari ke dalam'? Hajar saja si pelaku dengan cara yang sama. Jangan khawatir, dibelakang anda ada kekuasaan Islam yang akan melindungi, ada aparat negara yang akan memback-up anda, memegangi tangan si Mike sehingga dia tidak bisa apa-apa.
Dengan adanya hukum qishash ini, orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan sewenang-wenang dan mendzalimi orang lain, karena bayarannya kontan. Jadi, mengapa tidak kita coba saja untuk menerapkannya? Pikirkanlah manfaat yang dihasilkannya. Aturan seperti ini bisa menjadi solusi bagi keadlian hukum yang didambakan oleh kita semua.
-NF
0 komentar:
Posting Komentar